Minggu, 13 Desember 2015

Bebas..Terluka...

         Imo dengan susah punya mengepakkan sayapnya ditengah hujan deras disertai angin yang kencang, berusaha mencari tempat berteduh namun sepanjang penglihatannya hanya ada gurun tak ada satu pun pohon yang bisa dijadikan tempat berteduh "tidak aku tak boleh menyerah " ujarnya menyemangati dirinya sendiri, tetap dikepakkan sayapnya walaupun dia sudah sangat begitu lelah, air hujan yang deras begitu menyakiti tubuhnya, seperti jarum jarum halus yang leluasa menusuknya.
   
       hampir setengah jam dia terbang dengan keadaan yang sebenarnya dibilang tidak memungkin kan untuk terbang, dia begitu nekad untuk terbang karena berdiam diri di gurun saat dalam hujan dan angin kencang sama saja menunggu perlahan lahan sang malaikat kematian menjemput nyawanya, tapi terbang seperti itu pun juga sama, sama menjemput kematian tapi setidaknya dia mancoba dari pada berdiam dan terkubur di gurun.
   
    Nafasnya mulai terengah engah, tenaga nya pun mulai melemah, kecepatnnya pun semakin menurun dan rasa putus asa mulai menyeruak, fikirannya telah melayang, membayangkan dirinya terjatuh ke atas gurun pasir, perlahan-lahan sang malaikat pencabut nyawa menghampirinya, merayunya untuk menyerah dan dia pun meyerah, sang malaikat pun terseyum, tinggalah tubuhnya yang sudah tak bernyawa di antara pasir gurun yang segera menenggelamkannya, tak menyisakan cerita sedikit pun tentangnya.

    "akhhh tidak, aku tidak boleh mati " teriaknya tanpa suara, "aku tidak boleh mati ", sayap kecilnya dipaksa mengepak tapi sepertinya memang sudah tak mampu "ouh Tuhan sudah waktunya kah kita bertemu " gumannya berputus asa "baiklah aku menyerah datanglah dan jemput aku " ujarnya pasrah,  di kepakkan sayapnya lebar-lebar untuk yang terakhir kalinya dan kembali mengingat hal-hal yang masih bisa di ingatnya, tentang masa indah dulu, terbang dengan bebas, berkejaran di antara ranting ranting pohon, mengepakkan sayap di atas air, menciumi bunga-bunga yang indah, yahh betapa indah nya dulu, dan sekarang kematian membuatnya begitu sangat-sangat takut.

      " Tuhan sambut lah aku " ucapnya lembut, di pejamkan matanya dan menanti yang akan terjadi, terjatuh dan mati, tapi beberapa detik kemudian dibuka kembali matanya, ditutupnya lagi dan dibuka lagi dia tak yakin ditutupnya kembali dan segera membuka lagi, matanya menangkap sebuah pohon yang tak jauh, hanya beberapa kali kepakan dan dia akan sampai.

       "aku tak bermimpi, aku tak bermimpi , aku tak brmimpi " ujarnya yang hampir menangis, menangis karena masih ada harapan dirinya untuk hidup, dengan sangat susah payah dikepakkan sayapnya, tertatih tatih, sakit yang luar biasa serasa akan patah, "tuhan kuatkan lah aku, jika memang sudah saatnya aku pasrah dan patahkan lah sayap ku ini " pintanya.

        akhirnya dengan segala kepasrahan, keputuasan, ketakutan akan kematian, keinginan untuk hidup, dan rasa sakit yang luar biasa dia pun sampai di pohon itu, pohon besar dengan daunnya yang begitu rindang, sisa tenaganya di gunakan berjalan diatas dahan mencari posisi yang bagus untuk berteduh.

       matanya mendapati sebuah sangkar indah yang tergantung di pohon itu, sangkar yang kosong tanpa pintu, dia mencoba berfikir untuk apa ada sangkar indah di pohon itu di tengah gurun, di langkah kan kakinya mendekati sangkar berwarna emas itu, sedikit berkilau saat di terpa cahaya, berayun ayun karena angin "sepertinya nyaman " gumannya mencoba ingin masuk " akhh tidak, bagaimana jika itu adalah sangkar burung lainnya " di hantikan langkahnya, namun seperti ada sesuatu yang menggodanya untuk masuk, dan dia pun masuk, matanya berkeliling menatapi betapa indahnya sangkar itu dan betapa hangatnya didalam sangkar itu.

         "baiklah aku akan beristirahat di sini dulu, setelah lelah ku hilang, aku akan segera pergi " gumannya seraya merebahkan tubuhnya yang lelah, kedua sayapnya menyelimuti tubuhnya " terima kasih tuhan untuk kesempatan hidup ini " ujarnya dan ia pun terlelap dan dengan harapan kondisi nya akan lebih baik saat bangun nanti.
       
          Burung kecil, dengan bulu indah itu tak pernah tau jika akan ada kisah yang akan dia mulai.

.............

        "Heiiiiiiiii, ayo bangun " suara halus dan merdu mencoba membangun kannya " ayo bangun, jangan tidur terus " suara itu kembali terdengar, perlahan lahan mencoba  membuka kedua matanya sedikit buram, di tutupnya kembali, rasa lelah masih menyergapi tubuhnya " hei jangan tidur lagi " suara itu kembali terdengar lagi, dengan cepat dia membuka kedua matanya, matanya berkeliling tapi tak ada penampakan dari suara halus lembut itu " mungkin ini hanya mimpi " gumannya.

        " tidak, kamu tidak bermimpi "suara itu membalas ucapannya, terdengar begitu dekat dengannya membuatnya terlonjak karena kaget, mata bulatnya berkeliling memandangi seluruh ruangan sangkar itu, tapi tak ada sesosok apapun kecuali dia.

        " ouh tuhan aku mulai berhalusinasi " gumannya pelan.

        " tidak..tidak..kamu tidak berhalusinasi " suara itu datang lagi memenuhi sangkar, rasa ketakutan menjelajari tubuhnya, bahkan membuatnya bergetar "si...siapa kamu " tanya dengan terbata, matanya mencoba mencari sosok itu.

        " aku...aku sangkar yang kamu tempati ini " jawabnya

        "Haaaaaaa.... " dia semakin terkejut dan terlonjak "arggghhhhh " keluhnya saat merasakan sakit di sayapnya.

        " jangan banyak bergerak, sayap mu cukup terluka parah, aku sudah mengobatinya mungkin 2 atau 3 hari lagi baru akan pulih kembali ", imo memperhatikan sayapnya ada perban disana membuatnya semakin takut dan semakin yakin sangkar emas ini memang berbicara .

         " kamu takut dengan ku " pertanyaan terlontar utuknya.

         takut ?. akkh dia memang sedang takut " tidak, hanya saja aku sedang terkejut " jawabnya

         " tenanglah, aku tak akan melukaimu, siapa namamu ?" tanya suara lembut itu

         " Imo"

         " Imo ?, itu nama yang lucu " timpalnya dengan sedikit tertawa, tawa yang renyah " aku Sang sunyi "

        " Sang Sunyi " gumannya

        " iya itu namaku, kamu dari mana dan kenapa sampai bisa di sini ?"

Imo mencoba mengingat kisah beberapa hari yang lalu dan kisah semalam pertarungan dirinya dengan kematian " aku dari hutan yang begitu jauh dari gurun ini, dan aku tersesat di gurun, semalam aku mencoba mencari tempat berteduh sampai aku menemukan tempat ini " jawabnya " maaf aku lancang sudah masuk tanpa izin mu "

        " tidak usah meminta maaf, lalu kamu mau kemana setelah kamu sembuh ?"

        " aku belum tau "

        " hemmm beristirahatlah, semoga cepat sembuh, ouh ya aku sudah mencarikan buah untuk mu, makanlah agar kondisimu semakin baik " ujar sosok tak nampak yang menyebut namanya adalah Sang Sunyi.

         imo semakin terkejut saat melihat di sampingnya banyak buah buahan, padahal sebelumnya tak ada apapun di sana " makan lah aku tidak akan meracuni mu dan itu bukan mimpi ", Imo mencoba menyentuhnya makanan makanan itu dan memang itu bukan mimpi, perutnya yang lapar menggodaya, di ambil satu buah berwarna merah dan segera memakannya, dia hampi berteriak karena buah itu begitu manis, begitu lembut dan sangat begitu menyegarkannya.

         " hemm boleh aku tauu, kenapa kamu bisa di sini ?" tanya imo pada sosok bersuara lembut yang tak nampak itu.

        "seseorang meninggalkan ku disini, tapi sudah lah aku tidak ingin bercerita " ujarnya dengan nada sedih

         " ouh maaf "

...................

     Akhirnya 3 hari telah berlalu, imo sudah terbiasa mengobrol dengan sosok yang tak nampak dan sudah tak terkejut jika tiba-tiba ada makanan di sampingnya, beberapa hari ini mereka saling tukar cerita, imo bercerita tentang perjalannya ke sana kesini dengan sayapnya sedangkan sang sunyi si sangkar emas bercerita tetang burung-burung yang kadang singgah dan beristrihat di dalam sangkarnya.

          " kamu ingin pergi ?" tanya sang sunyi dengan nada berat, Imo tak menjawab " tinggalah sebentar lagi, aku sudah lama tidak punya teman, aku sudah lama tidak mengobrol seperti ini " ujar sang sunyi, ada nada memohon dari ucapnnya,

      Imo seperti melihat sosok yang sedih di ujung sana tapi tidak jauh dari dirinya " baiklah aku akan tinggal beberapa hari lagi " ujarnya.
      " Benarkah " ujar sang sunyi dengan setengah berteriak.

      " iya "
        
............

     " jangan jauh-jauh " teriak sang sunyi saat Imo mencoba pertama kali kepakan sayapnya setelah sembuh dari luka.

     " iya, aku akan kembali, aku hanya berputar putar di sekitar sini "

     " iya aku akan menunggumu "

     sungguh bahagia imo dengan sayapnya yang kini bisa di kepakkan lagi, bahkan sekarang terasa lebih cepat dari biasanya, dia berputar putar di atas gurun, menukik tajam dan kembali naik lagi, seperti terbang untuk pertama kalinya, setelah lelah dia segera kembali ke pohon satu satunya yang ada di gurun tersebut, dan sang sunyi sudah menantinya dengan peerasaan yang kuatir

     " bagaimana rasanya sayapmu, apa masih sakit"

     " tidak, malah terasa sayap ini semakin kuat ", imo mulai bercerita tentang pengalaman terbangnya di gurun dan sang sunyi begitu antusias mendengarkan

..............
   
      hari pun berlalu, Imo dan sang sunyi pun semakin akrab, setiap hari mereka berbagi cerita, bercanda dan tertawa bersama, merasakan nyaman satu sama lainnya dan setiap hari pula imo akan terbang keluar dari sangkar mengarungi lautan gurun dan segera kembali karena tidak ingin membuat sang sunyi khawatir dan merasa kesepian.

      " Hei aku punya sesuatu untuk mu " imo meletakkan bunga kaktus didalam sangkar, bunga yang begitu tampak indah yang didapatinya di gurun, dan dia teringat akan sang sunyi, tubuhnya sedikit terluka tertusuk duri duri kaktus saat akan mengambil bunga itu, tapi tak dihiraukannya, ada keinginan membuat sang sunyi lebih bahagia

       " indahnya " ujar sang sunyi dengan nada begitu bahagia " terima kasih "

..........

       " imo kamu ke mana ?" ujar sang sunyi khawatir, Imo belum kembali juga, padahal dia sudah lama pergi dan biasa akan segera pulang, detik dan menit berlalu, tak ada tanda tanda kedatangan imo, membuatnya sangat sangat sedih, hingga keesokan harinya dilihatnya imo datang menghampirinya " hai sang sunyi, maafkan aku tidak pulang dan tidak memberi kabar " ujar imo dengan perasaan bersalah, tak ada jawaban dari sang sunyi " aku sudah berniat pulang, tapi mereka menahan ku dan aku sungkan menolak ", imo kembali berucap tapi tak ada tanggapan sedikit pun dari sang sunyi, imo tau kalau sang sunyi sedang ngambek, dia akan diam saja sampai rasa sebel nya hilang.

         " siapa yang menahan mu " akhirnya setelah sekian lama, sang sunyi pun bersuara, dia kasihan juga melihat imo duduk diam menunggunya berbicara.

        imo mulai bercerita, bahwa teryata tak jauh dari tempat dia menemukan kaktus itu ada hutan yang di penuhi dengan berbagai jenis burung dan mereka semua menyambutnya dengan baik, dan saat akan pulang mereka menahannya untuk tinggal karena kata mereka malam hari tak baik untuk terbang di atas gurun, sang sunyi menangkap rasa bahagia dari tatapan imo, dan itu membuatnya takut.


........

        kini imo tak lagi terbang di gurun saja, dia akan terbang mendatangi hutan itu, menikmati hutan yang sejuk dan bercanda ria dengan burung burung di sana, mereka juga saling bercerita tentang tempat tempat indah yang mereka datangi, ada keinginan pergi saat mereka mengajak nya terbang bersama tapi dia teringat sang sunyi yang setiap hari menunggu nya pulang, yang setiap hari menunggu nya bercerita, yang setiap saat menuruhnya bernyanyi walaupun suara sama sekali tidak bagus,

...........

     Sang sunyi begitu lega saat melihat imo datang dengan kepakan sayapnya, beristirahat dalam sangkarnya dan bercerita tentang hari ini, tentang segala pengalamnnya terbang di dalam hutan, dia nampak bersemangat menceritakan semuanya dan begitu berbanding terbalik dengan sang sunyi yang sedih melihat kebahagian itu, ada ketakutan merayapinya,

........

       sudah hampir 2 hari sang sunyi tak berbicara, dia seperti benar benar marah dengan imo, semuanya hanya karena imo tidak pulang seperti biasaya, padahal dia sudah menunggunya berjam-jam dengan rasa yang begitu khawatir apalagi sedang ada badai gurun, imo tak bisa pulang karena dia sedang terbang dengan burung lainnya dan mereka tidak bisa pulang kembali ke hutan karena  sedang ada badai.
      " sang sunyi, ku mohon berbicaralah, tolong jangan acuhkan aku seperti ini " imo memohon kepada sang sunyi, tak ada tanggapan ' aku tau aku salah, aku minta maaf "

         "Berjanjilah tak lagi membuatku kwatir, berjanji lah " sang sunyi bersuara.

        "aku berjanji padamu sang sunyi, aku tidak akan pernah membuatmu kwatir lagi seperti ini "

        " jangan berjanji jika tidak bisa kamu tepati, karena itu akan menyakitkan " tukas sang sunyi

        " aku berjanji dan akan aku tepati "

..........

       Sang sunyi kembali tertawa, dan bercanda seperti biasanya, mereka kembali merasakan nyaman kembali, dan imo pun selalu menepati janjinya tidak akan membuat sang sunyi khawatir lagi, imo benar-benar sungguh selalu berusaha menepati janjinya, bahkan saat susah pun di kembali ke pohon dimana sang sunyi berada, namun  hingga suatu hari sang sunyi kembali terdiam lebih lama dari biasanya, dia marah karena imo melanggar janjinya, imo tak pulang dan membuatnya larut dalam kesendirian beberapa hari, itu semua karena imo tersesat bersama burung burung yang lain namun sang sunyi tidak ingin mendengar penjelasannya.

       " sang sunyi, aku merindukan suara mu dan tawa mu, berbicaralah, jangan diam kan aku seperti ini, ini menyakitiku " ujar imo, dan seperti biasa sang sunyi diam mengacuhkannya " berbicaralah, aku menunggu mu " ujar imo lagi sambil menatap sudut di dalam sangkar, dia membayangkan sang sunyi ada di sana, terduduk terdiam dengan wajah yang sedih.

        hingga malam berlalu sang sunyi tetap tak berbicara, imo pun tertidur dengan lelahnya, dan saat terbangun di pagi harinya dia terkejut menemukan pintu sangkar yang dulu tak ada sekarang pintu itu ada di sana dan terkunci.

     " sang sunyi,... " ujarnya memanggil sang sunyi " sang sunyi berbicaralah, aku tau kamu mendengarkan ku " sang sunyi terdiam " aku mohon sang sunyi bersuaralah walau hanya satu kata saja " pinta nya memohon, sang sunyi tetap terdiam, begitu lama dan sangat lama membuat imo berputus asa karena sudah tidak punya cara lain untuk membuat sanga sunyi berbicara.

       " sang sunyi jika kamu tidak ingin berbicara denganku, aku akan pergi jadi tolong buka pintu sangkar mu dan aku tidak akan tidak akan meminta mu berbicara lagi dengan ku " ujar imo  degan nada sedih ada butiran air mata yang terjatuh.

        " maafkan aku imo, aku tidak bisa membuka pintu sangkarku " akhirya sang sunyi berbicara dengan suara serak " aku tidak ingin kamu pergi, tinggalah di sini dengan ku dan temani aku " sepertinya dia menangis

        "sang sunyi jangan menangis, aku akan tetap tinggal, aku tidak akan pergi aku tidak akan pernah meninggalkanmu "

..........

      Sang sunyi benar-benar tidak membuka pintu sangkarnya, dan imo pun tidak pernah meminta sang sunyi untuk membukanya, mereka kini bersama, sang sunyi begitu bahagia karena imo tidak lagi pernah pergi darinya, hari hari mereka kembali dipenuhi dengan canda tawa, mereka berdua terlihat begitu bahagia

        hingga suatu malam sang sunyi menyadari, bahwa imo sebenarnya tidak bahagia, saat imo tertidur dia melihat ada wajah sedih disana, wajah sedih yang lelah, lelah dengan kepura puraan bahwa dia bahagia terkurung didalam sangkar untuk menemaninya, imo telah berbohong dan menyiksa diri nya hanya untuk membuat nya bahagia, membuatnya tertawa, membuat merasa di butuhkan.

         " imo maafkan aku, aku telah salah, aku fikir kamu benar benar bahagia bersama ku,. " ujarnya dengan menagis.

.........
     
        " Hai Imo sudah pagi, Bangunlah " ujar sang sunyi membangun kan imo yang masih terlelap " imo ayo bangun " paksanya hingga imo terbangun, dan dia melihat pintu sangkat telah terbuka

        " sang sunyi...kenapa  " ujarnya tak melanjutkan kata katanya, tapi sang sunyi tau kalau dia ingin menanyakan tentang pintu.

      " Imo terbanglah, aku salah sudah mengurung mu disini bersama ku , sayap mu yang kuat itu tak akan ada gunanya jika tidak di kepakkan "

      " tidak aku akan tetap disini dengan mu, aku telah berjanji "

      " imo terbang lah, aku yang meminta, ayo terbanglah sudah lama sekali rasanya aku tak melihatmu terbang bebas, aku tau kamu sangat merindukan itu"

       " tapi..."

       " tak apa, aku sudah terbiasa di sini, terbang lah, nikmatilah "

Imo terdiam, menatap sudut sangkar dan mersakan sang sunyi ada di sana sedang tersenyum sedih" baiklah aku akan terbang,,, tapi aku akan kembali seperti biasanya " ujarnya.

      " tidak, aku ingin kamu terbang bebas sejauh jauhnya, mengelilingi semua daratan yang ada, jika kamu telah lelah dan merindukan ku maka kembalilah kesini, aku akan menunggumu " ujar sang sunyi.

    Imo kembali terdiam " aku pasti kembali " ujarnya lalu terbang keluar dari sangkar yang telah mengurung begitu lama, yang telah mengekang kebebasannya, yeng telah merenggut kebahagiannya.

     Sang sunyi terus memandangi imo yang terbang bebas, semakin kecil, kecil hingga tak terlihat lagi, tinggallah dia dengan kesedihannya, dia tidak pernah rela imo pergi tapi dia sudah tak bisa mengurung imo lebih lama lagi, dia sadar dia berbeda, dia hanya sebuah sangkar emas yang tidak bisa memberikan kebahagia ke Imo yang selalu ingin terbang bebas.

dan Imo tidak pernah tau, selama ini sang sunyi tidak pernah mengunci pintu sangkarnya, saat pintu itu di buka maka dia tidak akan pernah menemukan sang sunyi lagi untuk selamanya.



      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trip Singkat Lawang sewu & Candi Gedong Songo, Semarang.

" aku pengen ke semarang Mas " ujarku "Ayoo cuss ", dia selalu menjawab dengan seenaknya dia "serius" uj...